top of page
LOGO-EFORTECH-PNG-1.png

Low-Code vs No-Code: Jalan Pintas Menuju Transformasi Digital yang Efisien

  • Bella
  • Dec 4
  • 3 min read

Pernah nggak sih, kamu merasa dunia bisnis sekarang serba cepat dan serba digital? Rasanya semua perusahaan berlomba-lomba bikin aplikasi, dashboard, atau sistem online mereka sendiri. Tapi kenyataannya, nggak semua bisnis punya tim IT lengkap atau budget besar buat mengembangkan itu semua.


Padahal, di era digital seperti sekarang, perusahaan yang nggak cepat bertransformasi bisa dengan mudah tertinggal. Sayangnya, proses digitalisasi itu nggak selalu mudah, apalagi buat perusahaan kecil sampai menengah yang masih harus mikir dua kali soal anggaran dan sumber daya teknologi.


Tapi tenang, sekarang ada kabar baik. Hadirnya low-code dan no-code platforms jadi angin segar untuk banyak bisnis. Pendekatan ini menawarkan cara cepat dan praktis dalam membangun aplikasi, sistem, atau solusi digital tanpa harus jadi jago coding dulu. Siapa pun bisa mulai, bahkan dari nol.

 

Apa Itu Low-Code dan No-Code?


Low-code dan no-code adalah pendekatan modern dalam pengembangan perangkat lunak yang mengandalkan antarmuka visual dan komponen siap pakai. Tujuannya adalah menyederhanakan proses pembuatan aplikasi sehingga siapapun, bahkan tanpa latar belakang pemrograman, bisa ikut membangun solusi digital sesuai kebutuhan.


No-Code

ree

Tidak memerlukan coding sama sekali. Sangat cocok untuk pengguna non-teknis. Platform no-code biasanya menawarkan antarmuka yang intuitif, dimana pengguna hanya perlu memilih elemen, menyusunnya, dan mengatur logika dasar seperti alur kerja (workflow), notifikasi otomatis, atau kalkulasi data.


Low-Code

ree

Memungkinkan proses drag-and-drop seperti no-code, namun tetap memberi fleksibilitas untuk menambahkan potongan kode sederhana guna kustomisasi lebih lanjut. Artinya, jika pengguna memiliki sedikit pengetahuan teknis, mereka bisa menyesuaikan aplikasi secara lebih detail sesuai kebutuhan bisnis. Cocok bagi profesional non-developer yang memiliki sedikit pengetahuan teknis.

Mengapa Low-Code/No-Code Jadi Solusi Ideal Digitalisasi Industri?


  1. Kecepatan Eksekusi Tinggi

Dalam bisnis, waktu adalah segalanya. Dengan low-code/no-code, pengembangan aplikasi internal tidak lagi memakan waktu berbulan-bulan. Kebutuhan bisnis yang mendesak bisa dijawab dalam hitungan hari. Misalnya, tim operasional bisa membuat dashboard pelaporan real-time tanpa perlu menunggu giliran dalam antrian proyek IT perusahaan.


  1. Efisiensi Biaya Pengembangan

Biaya hiring software engineer, lisensi platform, dan infrastruktur bisa sangat mahal. Platform low-code/no-code mengurangi semua itu dengan solusi berbasis cloud yang fleksibel dan terjangkau.


  1. Demokratisasi Teknologi

Dengan tools ini, staf non-teknis pun bisa berkontribusi dalam pengembangan sistem digital. Divisi seperti HR, Finance, atau Logistik bisa menciptakan aplikasi internal mereka sendiri. Contohnya, HR bisa bikin sistem pelaporan cuti berbasis form, yang langsung terintegrasi dengan spreadsheet dan notifikasi otomatis.


  1. Skalabilitas Prototipe & Inovasi

Low-code/no-code cocok untuk membangun MVP (Minimum Viable Product). Startup dan unit R&D perusahaan bisa menguji coba ide bisnis dengan cepat, dan jika terbukti berhasil, baru ditingkatkan ke solusi teknis yang lebih kompleks.


Tantangan dan Keterbatasan


Meskipun menjanjikan dan membawa banyak kemudahan, pendekatan low-code dan no-code bukan tanpa resiko. Ada beberapa hal penting yang perlu dipertimbangkan sebelum sepenuhnya mengandalkan platform ini dalam proses digitalisasi bisnis:


  1. Keterbatasan Fungsionalitas

Low-code dan no-code dirancang untuk efisiensi dan kecepatan, bukan untuk menangani sistem yang sangat kompleks. Untuk aplikasi dengan kebutuhan khusus, seperti:

  • Integrasi ke hardware (misalnya mesin industri, alat medis)

  • Pemrosesan data skala besar (big data)

  • Fitur berbasis AI/machine learning

  • Sistem berskala enterprise dengan arsitektur rumit

Pendekatan ini seringkali tidak memadai. Pada titik tertentu, perusahaan tetap memerlukan campur tangan tim developer dan arsitektur sistem yang dikembangkan secara manual.


  1. Ketergantungan pada Platform Tertentu

Beberapa platform low-code/no-code bersifat vendor-locked, artinya seluruh sistem, data, dan logika bisnis disimpan dalam ekosistem tertutup milik penyedia layanan. Jika suatu saat ingin pindah platform (misalnya karena harga, fitur, atau kendala teknis), proses migrasi bisa menjadi sangat sulit, bahkan mahal. Hal ini juga menimbulkan risiko jangka panjang terkait keberlanjutan sistem, terutama jika platform tersebut berhenti beroperasi atau melakukan perubahan kebijakan.


  1. Shadow IT dan Risiko Keamanan

Karena proses pembuatan aplikasi menjadi jauh lebih mudah, banyak tim non-IT yang mulai membangun sistem internal sendiri tanpa koordinasi atau persetujuan dari divisi teknologi informasi. Fenomena ini disebut sebagai Shadow IT dan bisa menimbulkan sejumlah masalah:

  • Kebocoran data karena sistem tidak memenuhi standar keamanan

  • Duplikasi atau inkonsistensi data antar sistem

  • Ketidaksesuaian dengan regulasi atau standar perusahaan

Solusinya? Perlu ada kolaborasi yang jelas antara tim non-teknis dan IT, serta kebijakan internal yang mengatur penggunaan platform ini.


  1. Kurangnya Dokumentasi dan Standar Pengembangan

Salah satu kekuatan low-code/no-code adalah fleksibilitasnya. Tapi fleksibilitas ini bisa jadi bumerang ketika terlalu banyak orang membangun sistem tanpa standar yang sama. Hasilnya:

  • Dokumentasi minim atau bahkan tidak ada

  • Logika sistem sulit dipahami oleh orang lain

  • Sistem jadi sulit di-maintain saat pembuat awalnya sudah tidak ada

Inilah mengapa penting untuk tetap menerapkan prinsip-prinsip pengembangan sistem yang baik, termasuk dokumentasi, penamaan yang konsisten, dan alur kerja yang terdokumentasi.


Low-code/no-code adalah katalis digitalisasi yang meratakan medan permainan. Dengan alat ini, bahkan bisnis kecil bisa menciptakan sistem digitalnya sendiri tanpa perlu tim developer besar atau anggaran besar. Namun seperti semua alat, efektivitasnya bergantung pada cara digunakan. Pemahaman kebutuhan bisnis, kolaborasi dengan divisi IT, serta pemilihan platform yang tepat tetap menjadi faktor penting.


Digitalisasi bukan lagi soal bisa atau tidak, tapi mau mulai dari mana. Dan low-code/no-code bisa jadi titik awalnya.


Sumber:


Comments


bottom of page