top of page
LOGO-EFORTECH-PNG-1.png

Zero Trust: Langkah Strategis Mengamankan Jaringan IoT dari Ancaman Cyber

  • Bella
  • Dec 4
  • 4 min read

Ketika dunia industri semakin bergantung pada perangkat yang saling terhubung, dari sensor di pabrik, kamera di gudang, hingga smart meterdi lapangan, muncul satu masalah besar yang tidak bisa diabaikan, yaitu keamanan. Terutama ketika perangkat-perangkat tersebut memiliki satu kesamaan “mereka selalu online, tapi jarang diperbarui”.


Di sinilah konsep Zero Trust Security muncul sebagai pendekatan revolusioner. Sebuah filosofi keamanan yang menantang asumsi lama, dan kini mulai dianggap sebagai solusi paling rasional dalam menghadapi kompleksitas ancaman di era Internet of Things (IoT).

 

Apa Itu Zero Trust?


Dalam dunia tradisional, begitu seseorang atau perangkat berhasil masuk ke dalam jaringan organisasi, mereka dianggap "aman". Seolah-olah tembok pertahanan di luar sudah cukup untuk melindungi segalanya. Tapi di era IoT, dimana setiap sensor, mesin, hingga alat medis terhubung ke internet, pemikiran seperti itu sudah tidak relevan lagi.


Zero Trust memiliki prinsip “Never trust, always verify”, yang memiliki arti tidak ada perangkat, tidak ada pengguna, dan tidak ada sistem yang secara otomatis dianggap terpercaya, bahkan jika mereka sudah berada "di dalam" lingkungan jaringan. Semua harus dibuktikan dan divalidasi secara terus-menerus, tanpa terkecuali.


Dalam konteks IoT, penerapan Zero Trust menjadi sangat krusial. Kenapa? Karena perangkat IoT biasanya kecil, tersebar, dan banyak di antaranya tidak punya proteksi kuat. Untuk itu, Zero Trust mengharuskan beberapa langkah penting:


  1. Setiap perangkat harus terotentikasi dengan benar

Tidak cukup hanya memeriksa dari mana koneksi berasal. Setiap perangkat harus memiliki identitas digital yang sah, seperti sertifikat keamanan atau kredensial berbasis hardware. Model Zero Trust mengharuskan penggunaan otentikasi berbasis sertifikat digital, Trusted Platform Module (TPM), atau Secure Element (SE), untuk memastikan bahwa hanya perangkat yang terverifikasi yang diizinkan berinteraksi dalam jaringan. Dengan begitu, sistem bisa memastikan bahwa perangkat yang berkomunikasi benar-benar siapa yang mereka klaim, dan bukan perangkat palsu buatan penyerang.


  1. Segmentasi Jaringan Mikro (Micro Segmentation)

Semua perangkat IoT harus dipisahkan ke dalam segmen kecil. Contohnya:

  • Sensor suhu dipisahkan dari sistem kontrol produksi.

  • Kamera keamanan dipisahkan dari sistem inventaris.

Dengan microsegmentation,  jika satu perangkat diretas, dampaknya tetap terbatas, tidak menyebar ke seluruh sistem.


  1. Komunikasi antar perangkat harus terenkripsi End-to-End dan divalidasi

Semua data yang bergerak antar perangkat IoT harus dilindungi dengan enkripsi kuat, baik saat dikirim (in-transit) maupun saat disimpan (at-rest). Selain itu, setiap permintaan komunikasi harus melalui proses verifikasi, apakah ini permintaan yang sah? Apakah data ini diminta oleh pihak yang benar? Ini mencegah data disadap atau dimanipulasi di tengah jalan.


  1. Akses harus berdasarkan prinsip least privilege

Tidak semua perangkat perlu akses penuh ke seluruh jaringan. Zero Trust menegaskan bahwa setiap perangkat hanya diberikan akses minimal yang benar-benar dibutuhkan untuk menjalankan tugasnya. Misalnya, sensor suhu tidak perlu tahu apa-apa tentang sistem pembayaran atau data pelanggan. Ini membatasi dampak jika satu perangkat berhasil dikompromi.


  1. Perilaku perangkat harus dimonitor dan dianalisis secara real-time.

Zero Trust bukan hanya soal pemeriksaan di awal. Setelah perangkat diizinkan bergabung ke jaringan, perilakunya tetap harus dipantau secara konstan. Hal ini diperlukan untuk mendeteksi lonjakan trafik abnormal, mengidentifikasi koneksi ke domain mencurigakan, dan mendeteksi perubahan perilaku perangkat yang mungkin menjadi indikasi kompromi.


Jika perangkat tiba-tiba bertingkah aneh, seperti mengirimkan data ke alamat IP luar negeri yang tidak dikenal, atau mencoba mengakses sistem lain tanpa izin, maka sistem harus langsung mengkarantina perangkat itu secara otomatis atau mengirim peringatan kepada tim keamanan.


Implementasi Zero Trust di Dunia Industri


Penerapan Zero Trust dalam IoT bukan hanya soal mengubah mindset, tetapi juga membangun kontrol keamanan konkret di berbagai level. Berikut beberapa contoh nyata:


  1. Pabrik Otomotif 

Dalam industri otomotif, banyak perusahaan yang sudah menerapkan kontrol akses berbasis Zero Trust dalam jaringan perangkat dan sistem robotik mereka. Teknologi ini memastikan bahwa setiap unit robotik atau perangkat IoT hanya dapat berkomunikasi dengan sistem yang sudah terverifikasi dan diotorisasi. Jika ada anomali atau perangkat yang mencoba mengakses sistem secara tidak sah, sistem dapat segera mendeteksi dan menghentikan interaksi tersebut, yang berfungsi untuk mencegah resiko serangan seperti ransomware dan sabotase produksi.


  1. Sektor Energi

Penyedia energi di seluruh dunia semakin memperhatikan pentingnya mengamankan perangkat-perangkat yang terhubung, seperti smart meter, yang digunakan untuk mengukur konsumsi energi. Dengan menerapkan prinsip Zero Trust, setiap smart meter harus memverifikasi identitasnya sebelum dapat mengirimkan data ke pusat kendali. Data yang dikirimkan juga dilindungi dengan enkripsi end-to-end untuk memastikan bahwa informasi yang sensitif, seperti data penggunaan energi, tetap aman dari manipulasi dan pencurian. Hasilnya, integritas jaringan energi nasional tetap terjaga, bahkan saat perangkat-perangkat baru terus ditambahkan.


  1. Sektor Kesehatan

Di dunia kesehatan, keamanan bukan hanya soal data, tapi juga soal keselamatan pasien. Rumah sakit besar kini menerapkan Zero Trust untuk semua perangkat medis berbasis IoT, mulai dari insulin pump hingga alat pemantau jantung. Implementasinya meliputi:

  • Setiap perangkat medis harus melalui autentikasi ketat sebelum dapat mengakses jaringan rumah sakit.

  • Semua komunikasi data pasien antara perangkat dan sistem rekam medis dienkripsi.

  • Aktivitas perangkat dipantau secara real-time untuk mendeteksi perilaku abnormal yang bisa menjadi indikasi serangan.


Dengan Zero Trust, risiko seperti serangan ransomware pada perangkat medis yang bisa mengancam nyawa pasien bisa ditekan semaksimal mungkin.


Tantangan Adopsi Zero Trust di Indonesia


Meskipun konsep Zero Trust semakin mendapatkan tempat di dunia industri global, adopsinya di Indonesia masih menghadapi sejumlah tantangan nyata, terutama dalam konteks IoT.


  1. Kurangnya edukasi dan pemahaman tentang keamanan

Banyak pelaku industri, terutama di sektor manufaktur tradisional dan usaha kecil menengah, masih menganggap keamanan sebagai tambahan belaka, bukan sebagai fondasi operasional. Konsep seperti identitas digital untuk perangkat, sertifikat keamanan, atau autentikasi perangkat seringkali masih dianggap terlalu rumit atau tidak prioritas. Tanpa edukasi yang memadai, risiko dari perangkat IoT yang tidak terlindungi akan semakin besar seiring meningkatnya konektivitas.


  1. Biaya implementasi yang masih dianggap mahal

Implementasi Zero Trust, apalagi untuk ribuan perangkat IoT, memang membutuhkan investasi awal yang tidak sedikit. Dari pembelian sertifikat digital, deployment sistem segmentasi jaringan, hingga platform monitoring berbasis AI, semuanya membutuhkan biaya yang masih dianggap memberatkan, terutama bagi pelaku industri kecil dan menengah di Indonesia.


  1. Kualitas Perangkat IoT yang Kurang Memadai

Indonesia adalah pasar besar untuk perangkat IoT harga ekonomis. Sayangnya, banyak perangkat ini dibuat tanpa memperhatikan faktor keamanan atau tidak mendukung fitur keamanan tingkat lanjut, seperti kemampuan update firmware, penyimpanan kunci kriptografi, atau enkripsi data. Akibatnya, meskipun konsep Zero Trust diterapkan di tingkat jaringan, kelemahan di sisi perangkat tetap menjadi celah yang bisa dieksploitasi.

 

Kesimpulan

“Trust is Not a Given, It's Earned”

Di dunia yang saling terhubung, mempercayai perangkat hanya karena mereka di dalam jaringan adalah kesalahan fatal. Zero Trust bukan sekadar framework teknis, ini adalah cara berpikir baru yang menganggap setiap akses harus dibuktikan, setiap aktivitas harus dimonitor, dan setiap perangkat harus layak dipercaya.

Jika Indonesia ingin membangun industri digital yang kuat dan tahan banting, maka saatnya mulai merancang sistem yang tak hanya canggih, tapi juga berani berkata: “Saya tidak percaya padamu sampai kamu membuktikannya.”


Sumber:


Comments


bottom of page